Sabtu, 15 Agustus 2015

Cerpen : Tak Usah Dewasa




Tak Usah Dewasa

Namaku Poppy. Gadis berumur 17 tahun yang lahir di salah satu daerah pelosok di Indonesia. Aku bergolongan darah B, dari sekian bacaan aku menyimpulkan bahwa orang bergolongan darah B memiliki sifat: Periang, fleksibel, berjiwa bebas, moody, cuek, mudah menyukai sesuatu juga mudah bosan. Percaya tak percaya aku akui seperti itulah aku.

Aku memiliki seorang sahabat namanya Indry, dia bergolongan darah B juga. Begitu menyebalkan tapi aku menyayanginya. Saat ini aku sedang tak berbicara dengannya, sudah 7 jam. Tujuh jam. TUJUH JAM! Itu lama sekali mengingat aku selalu berbicara dengannya setiap saat.
Salahnya sendiri telah membuatku marah. Ah aku tak mau mengingat itu lagi tapi aku yakin dia menyadari keheningan ini. Aku juga meyakini satu hal lagi, yakni dia tidak sadar apa yang membuatku marah. Sudahlah! Tidak ada yang bisa diharapkan dari teman bodoh sepertinya.
Tapi aku tidak tahan untuk diam. Tapi.. ada yang mengahalangiku untuk bicara. Apa ini? Kuambil handphone yang sudah tujuh jam kumatikan. Lalu kuhidupkan, dan dia benar-benar tak mengirim pesan apapun padaku. Kecewa.
Aku mengetik pesan untuknya.
“Ndry, dimana?” Tapi kuhapus lagi.
“Ndry, sudah di rumah?” Kuhapus lagi.
“Ndry, masih les gak?” Lagi, kuhapus.
“Ndry, maaf ya” Kutatap layar handphone, memejamkan mata setelah memastikan ibu jariku tepat di atas kolom SEND. Aku membuka mata lagi melihat ibu jariku yang masih diam. Kuputuskan untuk tak jadi mengirim pesan pada Indry. Sudahlah.
Segalanya lebih mudah ketika kita masih kecil, jika Indry membuatku marah dia akan langsung diam seperti batu, tapi aku akan memeluknya dan mengatakan bahwa aku sudah tidak marah lagi dan aku baik-baik saja, setelah itu baru dia akan meminta maaf dan menangis bersamaku.
Aku mengerti dia selalu merasa sedih jika membuatku marah, tapi dia tak pernah berani berkata apapun sebelum aku yang memulai. Jika aku yang membuatnya marah, mungkin aku akan langsung meminta maaf, dan dia pasti bilang “aku sudah tidak marah lagi.”
Tapi seiring kita bertambah dewasa, setiap kali ada permasalahan selalu ada rasa canggung. Dia memang selalu diam dari kecil ketika kami bertengkar tapi ini semakin buruk sekarang. Karena aku juga mulai selalu diam jika ada masalah antara kami.
Dewasa, beginikah rasanya?
Saat aku kecil aku sering berharap untuk menjadi orang dewasa saat bangun dari tidurku. Kupikir mereka sangat bahagia,  bisa pergi kemana pun dan membeli permen sebanyak apapun.
Tapi kini, terlalu rumit.
Menjadi dewasa begitu rumit.
Bahkan untuk mengakui kesalahan seperti ini, begitu sulit. Terlalu banyak pertimbangan, terlalu besar rasa gengsi. Banyak hal tertahankan karena kita harus bertanggung jawab terhadap usia. Indry, sebaiknya kita tidak dewasa, karena aku merindukanmu.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management
Sumber : http://kolombloggratis.blogspot.com/2011/03/tips-cara-supaya-artikel-blog-tidak.html#ixzz2bicjTJxj