Tak
Usah Dewasa
Namaku
Poppy. Gadis berumur 17 tahun yang lahir di salah satu daerah pelosok di
Indonesia. Aku bergolongan darah B, dari sekian bacaan aku menyimpulkan bahwa
orang bergolongan darah B memiliki sifat: Periang, fleksibel, berjiwa bebas,
moody, cuek, mudah menyukai sesuatu juga mudah bosan. Percaya tak percaya aku
akui seperti itulah aku.
Aku
memiliki seorang sahabat namanya Indry, dia bergolongan darah B juga. Begitu
menyebalkan tapi aku menyayanginya. Saat ini aku sedang tak berbicara
dengannya, sudah 7 jam. Tujuh jam. TUJUH JAM! Itu lama sekali mengingat aku
selalu berbicara dengannya setiap saat.
Salahnya
sendiri telah membuatku marah. Ah aku tak mau mengingat itu lagi tapi aku yakin
dia menyadari keheningan ini. Aku juga meyakini satu hal lagi, yakni dia tidak
sadar apa yang membuatku marah. Sudahlah! Tidak ada yang bisa diharapkan dari
teman bodoh sepertinya.
Tapi
aku tidak tahan untuk diam. Tapi.. ada yang mengahalangiku untuk bicara. Apa
ini? Kuambil handphone yang sudah tujuh jam kumatikan. Lalu kuhidupkan, dan dia
benar-benar tak mengirim pesan apapun padaku. Kecewa.
Aku
mengetik pesan untuknya.
“Ndry,
dimana?” Tapi kuhapus lagi.
“Ndry,
sudah di rumah?” Kuhapus lagi.
“Ndry,
masih les gak?” Lagi, kuhapus.
“Ndry,
maaf ya” Kutatap layar handphone, memejamkan mata setelah memastikan ibu jariku
tepat di atas kolom SEND. Aku membuka mata lagi melihat ibu jariku yang masih
diam. Kuputuskan untuk tak jadi mengirim pesan pada Indry. Sudahlah.
Segalanya
lebih mudah ketika kita masih kecil, jika Indry membuatku marah dia akan
langsung diam seperti batu, tapi aku akan memeluknya dan mengatakan bahwa aku
sudah tidak marah lagi dan aku baik-baik saja, setelah itu baru dia akan meminta
maaf dan menangis bersamaku.
Aku
mengerti dia selalu merasa sedih jika membuatku marah, tapi dia tak pernah
berani berkata apapun sebelum aku yang memulai. Jika aku yang membuatnya marah, mungkin aku akan langsung meminta maaf, dan dia
pasti bilang “aku sudah tidak marah lagi.”
Tapi
seiring kita bertambah dewasa, setiap kali ada permasalahan selalu ada rasa
canggung. Dia memang selalu diam dari kecil ketika kami bertengkar tapi ini
semakin buruk sekarang. Karena aku juga mulai selalu diam jika ada masalah
antara kami.
Dewasa, beginikah rasanya?
Saat aku kecil aku sering berharap untuk menjadi orang dewasa saat bangun dari tidurku. Kupikir mereka sangat bahagia, bisa pergi kemana pun dan membeli permen sebanyak apapun.
Tapi kini, terlalu rumit.
Menjadi dewasa begitu rumit.
Bahkan untuk mengakui kesalahan seperti ini, begitu sulit. Terlalu banyak pertimbangan, terlalu besar rasa gengsi. Banyak hal tertahankan karena kita harus bertanggung jawab terhadap usia. Indry, sebaiknya kita tidak dewasa, karena aku merindukanmu.
Dewasa, beginikah rasanya?
Saat aku kecil aku sering berharap untuk menjadi orang dewasa saat bangun dari tidurku. Kupikir mereka sangat bahagia, bisa pergi kemana pun dan membeli permen sebanyak apapun.
Tapi kini, terlalu rumit.
Menjadi dewasa begitu rumit.
Bahkan untuk mengakui kesalahan seperti ini, begitu sulit. Terlalu banyak pertimbangan, terlalu besar rasa gengsi. Banyak hal tertahankan karena kita harus bertanggung jawab terhadap usia. Indry, sebaiknya kita tidak dewasa, karena aku merindukanmu.
0 komentar:
Posting Komentar