Minggu, 05 Januari 2014

Semakin Berbeda Semakin Harmonis




Indonesia adalah negara yang masyhur dengan kekayaan dan keragaman budayanya. Kebenaran hal ini  dapat dilihat pada lambang negara Indonesia, Burung Garuda,  yang dengan gagahnya membawa tulisan “Bhinneka Tunggal Ika”. Bahasa sansekerta yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Semboyan negara tentu bukan kalimat biasa yang muncul dari sembarang kepala, melainkan kalimat yang mewakilkan jati diri dari sebuah bangsa. Lalu mengapa perbedaan yang menjadi hal utamanya? Mengapa bukan luas wilayah atau keindahan alam yang dijadikan kebanggaan negara?

Kata “berbeda-beda” yang tertulis pada lambang negara kita mewakilkan setiap unsur yang berbeda pada Indonesia. Kebudayaan, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, dan kebiasaan yang selalu berbeda di setiap bagian dari Indonesia adalah harta terbesar kita. Namun, perbedaan yang merupakan harta ini tidak berharga sama sekali jika kita, warga negaranya sendiri tidak menghargai dan menghormatinya. Jika perbedaan sudah tidak dihargai lagi, maka takkan ada persatuan, yang dipikirkan hanyalah persaingan. Ketika rakyat Indonesia tidak lagi menghargai perbedaan dan saling menghormati dengan rakyat dari daerah lainnya, maka kebesaran Negara Indonesia tidak lagi berharga, besarnya kekuatan seluruh rakyat Indonesia tidak lagi berdaya. Hal ini terbukti oleh sejarah, sebelum bangsa asing menjajah dan menaklukkan Indonesia, hal pertama yang pertama mereka lakukan adalah memecah belah Indonesia dan membuat rakyat Indonesia saling berperang.
Terhapuskan bukan berarti tidak bisa tertulis kembali. Indonesia masih terancam penjajahan. Kemajuan teknologi saat ini membuat para penduduk dunia menjadi semakin individualis. Semakin hari semakin ganas saja keindividualisan ini. Segala sesuatu bisa dilakukan tanpa banyak bantuan orang lain, cukup dengan mesin. Tak terkecuali Indonesia. Kesenjangan ini memberikan banyak kesempatan bagi mereka, para penjajah, untuk kembali hadir di masa depan sebagai penghancur negara besar, Indonesia. Sejarah ini tertulis atau tidak, tergantung pada kita, warga Indonesia.
Hal yang dapat mencegah adanya sejarah yang tidak diinginkan seperti itu adalah keharmonisan. Banyak cara untuk membangun keharmonisan ini, seperti teknologi dan lingkungan pembelajaran, sekolah. Dengan teknologi, Indonesia bisa menjadi kampung global, tidak ada batas antar pulau, orang Jawa bias berteman dengan orang Sumatra, Kalimantan, Papua, dan lainnya dengan mudah. Dengan itu, kita hapuskan kesedihan anak Indonesia yang ada di perbatasan, seperti dalam kisah yang dikutip dari salah satu film Indonesia, tentang anak perbatasan yang mencintai Indonesia namun hidup di lingkungan negara asing, di lingkungan orang yang tidak menghormati bendera Merah Putih. Kita yakinkan mereka bahwa kita, sesama penduduk Indonesia adalah teman mereka. Kita hilangkan presepsi bahwa Negara Indonesia hanyalah pulau Jawa dan Bali. Indonesia adalah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Sekolah-sekolah Indonesia juga harusnya menjadi jalan bagi para pelajar Indonesia untuk memiliki jiwa “Bhinneka Tunggal Ika” di dadanya. Sehingga keharmonisan ini semakin terbangun. Saya kecewa ketika menyadari bahwa upaya para pendidik Indonesia bagi generasi muda agar memiliki sikap nasionalis sangat terbatas. Hanyalah pembelajaran ilmu seni budaya yang mempelajari sedikit dari kesenian dan kebudayaan Indonesia. Dan pelajaran PKn yang mengajarkan ilmu untuk menjadi warga negara yang baik. Dengan pengajaran ilmu yang terbatas seperti itu, belum cukup untuk membuat generasi muda Indonesia sadar bahwa negaranya ini lebih besar dan berbudaya dari yang mereka bayangkan. Ketika pengetahuan mereka tentang keragaman Indonesia ini bertambah, mereka akan semakin bangga dan mencintai Indonesia, sehingga mereka akan ikut berjuang membangun keharmonisan. Begitu seharusnya generasi muda Indonesia.
Masalah lainnya adalah tuntutan untuk kuliah, yang mengharuskan nilai laporan hasil belajar siswa ada di atas rata-rata. Sehingga para pendidik terpaksa harus terfokus pada nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum. Waktu bagi para pelajar pun habis untuk mengejar nilai di sekolah dan istirahat sepulangnya. Tidak ada waktu untuk memikirkan negaranya yang sedang krisis keharmonisan ini.
Alhasil, di kehidupan Indonesia saat ini, perbedaan malah menjadi masalah dasar bagi timbulnya masalah besar di setiap penjuru Indonesia. Perbedaan bahasa malah menjadi alat untuk memperolok teman yang datang jauh dari daerah lain di Indonesia, untuk lelucon, katanya. Perbedaan hukum adat malah menjadi biang kerok perang antar desa. Apa mungkin karena tulisan “Bhinneka Tunggal Ika” di foto garuda yang tergantung di setiap kelas, di sekolah di Indonesia terlalu kecil dibuat? Atau burung garuda telah terbang terlalu jauh? Tentu tidak. Sejarah menakutkan di masa depan tentang perpecahan Indonesia dan para penjajah tidak akan terjadi, selama rakyat Indonesia mampu memanfaatkan segala cara untuk mewujudkan keharmonisan di Indonesia, salah satunya lewat teknologi dan sekolah. Sehingga dengan perbedaan yang begitu banyak, rakyat Indonesia tetap hidup dalam keharmonisan.
                                                                                                     Didy - The Notes


1 komentar:

obat wasir mengatakan...

beda itu indah
obat wasir

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management
Sumber : http://kolombloggratis.blogspot.com/2011/03/tips-cara-supaya-artikel-blog-tidak.html#ixzz2bicjTJxj