Selasa, 18 Juli 2017

DILEMA MAHASISWA UNTUK JADI PENGEJAR IPK ATAU AKTIVIS ORGANISASI (part 2/2)



Gambar dari Student Telkom University

Untuk dapat menentukan skala prioritas, kita mesti kenali dulu diri sendiri. Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan kita. Seperti dikatakan banyak orang: tidak ada manusia bodoh, yang ada hanyalah manusia tanpa kemauan belajar.

Kenapa pada saat ujian, kita pasti pernah merasa jawaban yang ditulis sudah sempurna bahkan mungkin mirip dengan kunci jawaban, saking PD nya. Tapi ketika nilai diumumkan, kita sering mengalami hal yang akhirnya membuat kita bergumam “Nilai bukanlah segalanya. Nilai hanyalah angka. Keep calm, stay cool, it’s already tomorrow in couple hours”, sambil senyum sok tabah dan kepo menanyakan nilai orang lain, berharap ada kawan seperjuangan.

Maka, kita harus membenahi presepsi kita terhadap kata pintar. Pintar bukan hanya memiliki nilai yang tinggi, cakap berbicara, dan lain sebagainya. Pintar artinya kita menguasai suatu hal, apapun itu. Bahkan pencopet pun bisa kita bilang pintar, bukan? Ya, mereka pintar mengelabui mangsa dan menguasai jurus kecepatan tangan ala ninja konoha. Wih.

Nah, antara akademis dan organisasi, dimana kita bisa menjadi lebih “pintar”?

MEMILIH AKTIF DI ORGANISASI DEMI MENUTUPI KURANGNYA NILAI

Apalagi untuk mahasiswa yang salah jurusan. Mendalami mata kuliah yang sebenarnya tidak kita senangi itu adalah cobaan yang berat, kawan.

“Duh aku benar-benar gak suka sama semua mata kuliahnya, lebih baik aku tutupi kekurangan ini dengan aktif organisasi.”

Pernyataan tersebut harus dikoreksi secuil. Memang tidak bisa dipaksakan, tapi dengan kita memprioritaskan diri di organisasi lantas akademis diabaikan, bukan ditutupi namanya, tetapi kita menggali kekurangan itu jadi lebih dalam. Karena waktu akan habis untuk organisasi dan kita semakin tertinggal di akademis.

Biasanya porsi mahasiswa semacam ini adalah 10 : 90, nilai berbanding organisasi. Ditulis angka 10 di perbandingan nilai pun demi  menghargai usaha kita yang masih ingin hadir dan mendengarkan ceramah dosen, sekaligus usaha mengerjakan tugas yang dilakukan pas deadline.

Lalu harus bagaimana?

Kita ganti kalimatnya menjadi “Aku benar-benar harus belajar lebih keras dibanding teman-teman, dan juga, aku harus melengkapi kekurangan ini dengan aktif di organisasi.”

Bagaimana pun juga, nilai akan menjadi tiket untuk memasuki dunia kerja, atau setidaknya akan menjadi gambaran bagi orang lain untuk melihat kemampuan kita dalam bidang tersebut. Suka tidak suka, kita tetap harus mempelajari mata kuliah yang sudah ditentukan. Seperti kata Imam Syafi’i :

“Jika kamu tidak dapat menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan.”

Targetkan saja nilai minimal yang biasa digunakan dalam seleksi kerja. Misalnya, banyak perusahaan yang mensyaratkan fresh graduate dengan ipk minimal 3, ya sudah tidak usah memaksakan diri untuk bisa mencapai lebih dari angka 3. Karena, nilai minimal ini adalah hasil kerja maksimal kita, harus bangga!

Lalu, untuk melengkapi kekurangan tersebut, coba lah aktif di organisasi. Jika memungkinkan, kita bisa memilih beberapa organisasi, lalu memaksimalkan perkembangan soft skill disana.

Di organisasi kita akan dilatih untuk bisa berkomunikasi dengan baik, memecahkan masalah dalam suatu kondisi, dan mengembangkan kreatifitas. Itu semua termasuk hal-hal yang menunjang pencapaian menjadi THE FULL PACKAGE VERSION OF US. Kalau kita ada di tingkat minimal untuk nilai, maka kita harus ada di tingkat maksimal untuk soft skill ini.

Perbandingan yang disarankan adalah 40 : 60. Ditambah 30 poin untuk nilai dengan penambahan usaha mengikuti kegiatan belajar bersama, demi nilai UAS yang lebih baik. Atau pun keinginan lebih aktif bertanya di kelas.

Dan juga, dalam 40% waktu tersebut, semuanya harus dimanfaatkan dengan efektif dan sungguh-sungguh. Terkadang metode ini akan lebih terasa daripada berlama-lama belajar tapi tidak konsentrasi.

MEMILIKI KEMAMPUAN AKADEMIS LEBIH BAIK DARI BERORGANISASI

Untuk tipe mahasiswa seperti ini, bukan berarti kita harus 100% di akademis dengan dalih menutup kekurangan karena tidak bisa berorganisasi. Tapi lagi-lagi, seimbangkan.

Tidak usah menjadi aktivis yang ada di jajaran petinggi alias pejabat, cukup targetkan saja ikut berorganisasi sampai kita mampu menyuarakan gagasan depan orang banyak dengan lancar. Cukup memiliki banyak kenalan dan bergaul dengan sedikit-banyak orang.

Selain akan menambah wawasan, itu juga akan meningkatkan skill kita dalam bersosial. Walaupun memiliki kemampuan komunikasi yang rata-rata, tapi didukung dengan pengetahuan tinggi dan wawasan yang luas akan meningkatkan percaya diri kita untuk bisa berbicara di depan orang banyak.

Kita bisa memilih perbandingan nilai dan organisasi di 60 : 40. Semoga dengan angka 60% saja, nilai kita masih bisa mencapai maksimal dan kemampuan berorganisasi juga meningkat.

MEMILIKI KEMAMPUAN RATA-RATA DI AKADEMIS DAN ORGANISASI

Nah, tipe seperti ini baru bisa menerapkan porsi fifty-fifty. Tapi, memanage waktu dan menyeimbangkan kedua hal ini bukanlah soal yang gampang. Daripada mencari banyak tips “cara membagi waktu dengan baik” tapi tidak direalisasikan, lebih baik kita persiapkan di awal sebelum masuk ke dunia mahasiswa yang “sok sibuk” itu.

Persiapan yang dimaksud adalah kita pilih satu organisasi seperti himpunan mahasiswa, organisasi daerah atau unit kegiatan mahasiswa yang mendalami hal yang kita sukai. Hindari memilih terlalu banyak, karena itu akan membuat kita sulit untuk fokus. Selain itu, kontribusi di setiap organisasi tidak akan maksimal.

Kalau kita mampu bekerja dengan baik, bertanggung jawab, dapat diandalkan dan jujur, maka yakinlah kita akan mendapatkan banyak pengalaman karena teman-teman dapat mempercayakanmu untuk menyelesaikan beberapa tugas. Bahkan, bisa saja kamu akan dipercaya menjadi pemimpin.

Di bidang akademis pun kita harus mengikutinya dengan tepat. Ketika di dalam ruang kelas dan sedang dalam waktu pembelajaran, tidak usah memikirkan tugas di organisasi yang belum selesai, sama sekali. Apalagi, mengerjakan. Hal tersebut adalah kesalahan yang umum dilakukan oleh mahasiswa yang aktif organisasi, padahal cukup konsentrasi saja pada dosen yang bikin ngantuk itu, setelah waktunya habis baru lanjutkan kembali tugasnya.

Gimana? Udah bisa membayangkan kehidupan kuliahmu bagaimana? Lebih banyak membaca buku politik, ataupun jurnal penelitian terbaru tidak ada yang salah. We can be perfect in our own way.

Let’s try to be the good full package version of us.


Coming soon, cerita ala-ala dari aktivis himpunan, asisten dosen, juga dari para mahasiswi peraih IP 4.



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management
Sumber : http://kolombloggratis.blogspot.com/2011/03/tips-cara-supaya-artikel-blog-tidak.html#ixzz2bicjTJxj