Hari ulang tahun bukan waktu untuk merayakan,
tetapi waktu untuk rebahan.
Awal-awal masa SMA, saya membuat karya kecil,
graffiti amatir, buat temen SMP yang ulang tahun bulan September kalau tidak
salah. Naasnya, hadiah itu disalahpahami.
Jadi gini, karena proses bikinnya
yang emang lama, graffiti itu selesai dibuat bulan Oktober, bulan kelahiranku.
Teman-teman di kelas mengira hadiah itu buat saya sendiri dan mulai ikut
menulis ucapan dan tanda tangan di atas kertas graffiti. Saya lupa kenapa
enggak bilang saja, “Hentikan, Ferguso. Itu bukan buatku, tapi buat temanku”,
tetapi mungkin karena terbawa suasana atau bagaimana akhirnya saya enggak
bilang apa-apa kecuali “haha makasih”, mungkin. Yang saya ingat adalah waktu
mereka memberikan ucapan di atas hadiah yang disalahpahami itu, saya hanya
senang. Jadi, ya sudah lah. Tetapi, semenjak saat itu saya tidak terlalu berharap
teman-teman mengingat ulang tahun saya.
Akhirnya, hari ulang tahun beralih fungsi
menjadi hari deadline, --walaupun
sebenarnya setahun setelah itu adalah salah satu hari ulang tahun paling keren
yang aku punya, terima kasih gaes--. Setiap tahun saya punya berbagai target yg
kecil-besarnya ya relatif —rata-rata kecil alias sepele— dan deadline target
itu selalu di tanggal 30 Oktober. Saking sepelenya, pernah hari itu cuma kujadikan
deadline untuk masa pertemanan dengan seorang manusia dari masa lampau. Kalau
sampai hari itu saya dan beliau hanya sama sama menjadi toxic person for each
other. Ya sudah, mulai tanggal 31 nya mungkin status pertemanan “dinonaktifkan”,
saya harus berhenti berharap dan membatasi diri sebagai orang asing baru. I
dont mind it. People come and go and thats normal, bukan berarti bermusuhan
atau saling benci, big no! hanya saja jika dengan saling diam kita bisa menjadi
lebih nyaman dengan kehidupan yang penuh drama ini, kenapa harus memaksakan
pertemanan? Dan saya tidak menyanggah bahwa saya pun bisa menjadi toxic person
buat seseorang, entahlah. Kita gak akan pernah bisa jadi baik di mata semua
orang, kan? Btw saya yakin betul beliau tidak akan membaca ini jadi its okay
its not you. Apasih
-_- jadi kemana-kemana.
Tahun ini, 30 Oktober yang kubayangkan sejak
awal tahun adalah: saya selesai study D4 dan wisuda dengan damai, rebahan di
kursi sofa sambil minum kopi dan makan roti bakar Mang Utis, mengingat
masa-masa riweuh tingkat akhir.
Sesederhana itu, sederhana namun penuh drama.
Berikut daftar drama telenovela:
LAPORAN KP
TUGAS AKHIR
MASA DEPAN (?)
Nah, semenjak kepala saya mulai terisi
kegalauan tingkat akhir, setiap ada batu gerinjul
alias hambatan, saya jadi ingat: Tenang sis nanti tanggal 30 Oktober semua ini
pasti sudah terlewati. DAN INGAT, jam enggak mungkin berhenti; rotasi Bumi enggak
mungkin macet; mau saya bisa atau tidak, hari itu pasti akan datang. Tenang,
calm down, stay cool. Selesaikan semua sedikit demi sedikit, lama lama akan
jadi juga. Semua orang bisa, kenapa saya bisa? Ralat, kenapa saya tidak? Bayangkan
diri ini rebahan di tanggal 30 oktober nanti bersama roti bakar –wajib ada roti
bakar-- dan mengingat bahwa semua gerinjul
telah saya lewati. It’s work bruh.
Motivasi itu kan kita yg bikin ya suka suka lah.
Musim Laporan Kerja Praktik (KP)
Teman-teman seangkatan saya yang berpengalaman
—selanjutnya kita sebut D3– selalu berkata kalau laporan KP pasti beres dan itu
mah enteng dibandingkan dengan Tugas Akhir. Siap-siap kalimat klise datang: Semua
orang punya situasi yang berbeda, walaupun permasalahan sama. Maksudnya? Ya maksudnya
enteng buat kau belum tentu enteng buat Ferguso, anak muda.
Dan waktu ngerjain laporan KP, saya sempat cireumbay sendiri dan berpikir bisakah diri
ini wisuda bareng yang lain? Ketawain aja kalo mau, mumpung gratis. Tapi, motivasi
hari deadline dan motivasi D3 yang “pasti beres kok” ternyata mujarab juga.
Tekanan belajar di kampus dengan jadwal yang sudah dipaket tok tok cer dor kalau katanya harus beres tanggal sekian ya harus beres,
mendukung saya untuk mengusir hal-hal lain yang mengganggu, dan juga untuk
melawan rasa malas.
Nah, malas. Salah satu mahasiswi D3 yg bijak
berkata: “Ngerjain laporan atau tugas akhir itu sebenernya ga susah, yang susah
itu lawan malesnya.” - bule. Pertama dengar, me be like: hah??! Masa sih? pasti
enggak akan males lah kan dikejar deadline dari jurusan dan dorongan pengen
lulus juga.
Dan terjadi lagi, kisah lama yang terulang
kembali~ kalian luar biaza~
Nyatanya betul! Yang susah adalah lawan malasnya.
Saya tuh ya kalau mendengar kalimat yang unik atau menarik itu selalu terngiang
sampai kapan pun walaupun pelupa parah. Dan kalimat bijak yang satu itu pun
selalu terngiang setiap saya malas. Damn.
Musim Tugas Akhir (TA)
Tugas akhir, memang sih lebih pusing dari
laporan KP. Tetapiii kali ini saya tidak sampai cireumbay ya. Ini yang disebut situasi berbeda walaupun
permasalahan sama. Mungkin situasi saya waktu mengerjakan TA itu lebih baik
daripada situasi saya waktu mengerjakan laporan KP. Tahu kan? Setiap manusia
punya sisi yang tidak terlihat. So, don’t judge people!
Selama musim laporan KP dan Tugas Akhir yang
berbulan bulan itu, memang melawan rasa malas adalah salah satu yang tersulit. Saudara
tidak percaya? Ok lihat saja nanti. Tapi kalau misalkan ini tidak berlaku buat
Saudara, mungkin kita memang berbeda spesies jadi mari kita saling menghargai. Rasa malas mengerjakan ini bukan hanya saya saja yang terjangkit, tetapi teman-teman
saya juga. Jadi ini cukup umum, mungkin. Tapi, ya, tapi, setelah saya pikir
kembali sebenarnya rasa malas ini adalah jenis makir, malas mikir. Kesulitan
untuk berpikir, mencari ide, menganalisis, itu mendorong kita, saya, untuk
menghindar. Bahkan saya dan teman-teman terkadang untuk membuka laptop pun
sudah tidak ingin, karena mau mengerjakan ya keburu “serem” dengan langkah
berikutnya, yaitu mikir. Mau buka laptop untuk nonton film atau drama, tidak
bisa, karena rasa bersalah akan mengiringi kita di setiap menit percakapan
tokoh utama “kenapa malah nonton drama sih” gitu kata otak.
Tapi, kalau kita sudah mulai membaca
penelitian orang lain, jurnal, dan lain-lain, ide itu akan bermunculan dan kita
bisa menilai jurnal apa yang membuat kita betah untuk membacanya dan mana yang
tidak. Ditambah juga dengan ketertarikan kita di suatu bidang, walaupun mungkin
ada yang salah jurusan dan tidak ada satu mata kuliah pun yang disenangi,
yakinlah ada secuil feeling yang mengarahkan kita. Kalau feeling pun tidak
punya, ya sudahlah, mana saja yang kira-kira dosen pembimbing akan klop
dengan kita, supaya ‘walaupun gak suka matkulnya, tapi betah sama dosennya’. Kenapa kemana-mana lagi sih -_- yee
kan itu sholusyi.
Dengan begitu, mood pun akan datang dengan
sendirinya, mood adalah kekuatan tak terlihat yang luar biasa mantabnya. Kalau
saya lagi mood, duduk di depan laptop mengerjakan dari pagi hingga sore, sore
hingga subuh pun bisa. Apalagi kalian pasti jauh lebih hebat. Tapi kan setiap spesies berbeda ya, bagaimana nyamannya
saja.
Hari ini, matahari 30 Oktober sudah muncul di
ufuk timur dan pamit kembali di arah sebaliknya. Saya mengingat semua ini dengan
rasa yang sedikit senang. Kenapa sedikit? Karena kekhawatiran di depan mulai
menyelimuti. Tetapi, selesai menulis ini saya akan berusaha untuk merasakan
senang saja, karena hari ini untuk hari ini sedangkan besok ada jatah
perasaannya sendiri. Oh iya, saya berhasil rebahan setelah makan nasi kuning
buatan Mama dan Bi Ika, sayang sekali, Mang Utis tidak hadir dengan gerobaknya
jadi saya masih harus menunggu roti bakar esok hari.
Jangan lupa bahagia! Dan jangan lupa bahagiamu
adalah tanggung jawabmu sendiri.
Lalu masa depan, mau kerja atau kuliah? Atau bisnis?
Next lah udah panjang banget ini, keriting jari kaki saya.
0 komentar:
Posting Komentar